TOKOH MADZHAB ANDALUSIA MODERN
1). Ibnu al-Hajj
- Nama aslinya yaitu Abu al-Abas Ahmad bin Muhammad al-Azadi.
- Wafat tahun 651 H
- Masyhur dengan penjelasannya tentang buku karangan Imam Sibawaih dan kitab “Sir as-Sina’ah” karangan Ibnu Jinni dan masih banyak kitab-kitab yang lain.
- Dia berpegangan pada pendapat Ibnu Mubarrad, bahwa “kaana” adalah huruf dan bukan sebagai fi’il (kata kerja).
- Ia berpendapat bahwa “kaana” tidak menunjukkan pada pekerjaan, tapi termasuk isim dan khabarnya yang mempunyai faedah menunjukkan arti lampau pada khabar.
- Isim isyarah tidak bisa menggantikan rabith untuk jumlah khabariah, kecuali apabila mubtada’nya berupa isim mausul atau mausuf.
2). Ibnu ad-Dhoi’
- Nama aslinya yaitu Abu Hasan Ali bin Muhammad al-Katami al-Ubadi
- Wafat tahun 688 H
- Pernah memberikan syarah (penjelasan) tentang buku karangan Imam Sibawaih, yang di kombinasikan dengan syarah Imam Syairofi dan Ibnu Kharuf.
- Menyangkal pendapat Ibnu Ushfur, yang mengatakan bahwa lam mustaghats li ajlih, seperti dalam kalimat يا لزيد لعمرو terkait dengan fi’il yang dibuang, yang dikira-kirakan ادعوك لعمرو hingga huruf nida (يا) tidak terkait dengan fiil yang dibuang tersebut. Sedeng Ibnu ad-Dhoi’ sendiri berpendapat bahwa keduanya (huruf nida dan fi’il yang dibuang) tersebut mempunyai perbedaan makna.
- Setuju dengan pendapat Suhaili tentang keharusan adanya pertentangan pada ma’thufnya لا, seperti kalimat جاءني رجل لا امرأة
3). Ibnu Abi ar-Rabi’
- Nama aslinya adalah Ubaidillah bin Ahmad al-Umawi al-Isybili
- Wafat tahun 688 H
- Memberikan syarah (penjelasan) tentang buku karangan Imam Sibawaih, Al-Farisi, dan az-Zujaji yang tersusun sampai 10 jilid.
- Berpendapat bahwa apabila huruf ليت bertemu dengan sesuatu yang bisa masuk pada fi’il, seperti ليتما قام زيد dan seperti kalimat ليتما زيدا أكلمه (kata زيد dibaca nashab karena isytighal). Sedang mayoritas ahli nahwu berpendapat bahwa kata زيد adalah isim dari ليت
- Mengatakan bahwa kata عيونا dalam kalimat وفجّرنا الارض عيونا adalah badal dari kata الأرض
4). Qasim bin Ali
- Murid dari Ibnu Ushfur
- Berpendapat bahwa khobar itu bisa athaf pada insya’ begitupula sebaliknya. Ia berhujjah dengan firman Allah SWT : وبشر الذين آمنوا وعملوا الصالحات yang di athafkan pada kalimat فإن لم تفعلوا فاتقوا النار التى وقودها الناس والحجارة أعدت للكافرين
5). Abu Ja’far
- Nama aslinya lengkapnya yaitu Ahmad bin Ibrahim bin Zubair.
- Wafat tahun 710 H .
- Darinya lahir ahli nahwu terkemuka di Andalusia setelah Ibnu Malik, yaitu Abu Hayyan.
6). Abu Hayyan
- Nama aslinya adalah Atsir ad-Din bin Yusuf al-Gharnathi al-Andalusi
- Wafat tahun 745 H
- Dalam bidang nahwu, ia merupakan murid dari Abu Ja’far dan Ibnu ad-Dhoi’.
- Ahli dalam ilmu tafsir, hadits, qira’at, dan sejarah.
- Darinya lahir para ahli nahwu Mesir, seperti: Ibnu ‘Ufail dan Ibnu Ummu Qasim.
- Mengatakan bahwa buku nahwu klasik terbaik adalah karangan Imam Sibawaih, buku kalangan modern terbaik adalah “Tashil” karangan Ibnu Malik, dan “Mumthi’” karangan Ibnu ‘Ushfur.
- Mengarang buku-buku nahwu. Yang paling urgen yaitu “Al-Irtisyaf” sebanyak 6 jilid dan ringkasannya sebanyak 2 jilid.
- Sebelumnya ia bermazhab dzahiri, kemudian berpindah ke madzhab Syafi’i.
- Mendeskripsikan perbedaan para ahli nahwu tentang makna shorof, dan ia berkata bahwa hal tersebut merupakan perbedaan yang tiada gunanya. Ia juga mendeskripsikan analisa mereka pada ta’ yang dibaca dhommah, seperti kata: كلمت untuk mutakallim (orang yang berbicara), fathah untuk mukhattab (mitra bicara laki-laki), dan kasrah untuk mukhattabah (mitra bicara perempuan).
- Memberikan komentar terhadap beberapa perbedaan 7 ahli nahwu pada fiil mudhori’ yang dibaca rafa’ dengan berkata : “Perbedaan ini sungguh tidak ada manfaatnya, Karena memang tidak ada penerapan yang muncul darinya”.
- Mengatakan bahwa perbedaan yang terjadi antara ulama’ Basrah dan Kufah dalam permasalahan apakah fi’il atau masdar yang jadi asal dari isytiqaq.
- Terhadap pendapat Ibnu Ushfur dan muridnya, Ibnu ad-Dho'i yang mengatakan bahwa kata كلّما dalam contoh kalimat: كلما استدعيتك فإن زرتني فعبدي حر dibaca rafa' sebab menjadi mubtada', sedang khobarnya berupa kalimat syarat dan jawabnya. Abu Hayyan menolak pendapat tersebut, dan mengatakan bahwa kata كلّما harus di baca nashab, seperti kalimat: كلّما أضاء لهم مشوا فيه
- Tidak setuju dengan pendapat Ibnu al-Badisy yang membolehkan menjadikan fi'il sebagai mudzakar. Contoh: الهندان هما يفعلان
- Menolak pendapat Ibnu Malik tentang fi'il madli terkadang menunjukkan waktu yang akan datang, di antaranya yaitu: setelah hamzah taswiyah, setelah adat takhsish, setelah kata كلّما , setelah kata حيث , setelah shilah, dan ketika fi'il madli tersebut menjadi mensifati isim nakiroh.
- Ibnu Malik yang berpendapat bahwa huruf ba' terkadang bisa ditambahkan dengan hal, dengan berdasar pada ucapan salah satu pujangga:
فما رجعت بخائبة ركاب ¤ حكيم بن المسيّب منتهاها
Disangkal oleh Abu Hayyan juga dengan mengeluarkan 2 bait.
- Pendapat Ibnu Malik bahwa dhomir yang kembali pada silah boleh dibuang dengan syarat terdapat huruf yang menyertainya, shilah tersebut diqiyaskan dengan jumlah khobariyah. Seperti pada kalimat: الذى سرت يوم الجمعة . Abu Hayyan berpendapat bahwa mengqiyaskan shilah dengan jumlah khobariyah itu tidak diperkenankan. Hal tersebut diperbolehkan apabila memang terdapat shima' dari orang asli Arab.
- Tidak sepakat dengan pendapat Ibnu Malik yang mengatakan bahwa pada kalimat لم يك huruf nun yang dibuang di baca jazm dikarenakan untuk meringankan. Abu Hayyan berpendapat bahwa pembuangan huruf nun tersebut dikarenakan seringnya penggunaan, dengan alasan bahwa huruf nun itu serupa dengan huruf illat.
- Ia berpendapat bahwa huruf lam pada kalimat ولقد علمتم الذين اعتدوا منكم فى السبت adalah lam ibtida' yang berfungsi sebagai arti taukid (penguatan), dan diperbolehkan sebelumnya terdapat qasam yang dikira-kirakan ataupun tidak ada.
- Ia tidak sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa huruf ما yang nakiroh bisa disifati. Ia sendiri berpendapat bahwa huruf ما tersebut adalah zaidah (tambahan). Seperti dalam kalimat: مررت بما معجب لك
- Terhadap perkataan sebagian orang Arab: ما أنت وزيدا dan كيف أنت وزيدا adalah mengira-ngirakan kata كان yang terbuang. Dengan kata lain yaitu: ما كنت وزيدا dan كيف تكون وزيدا . Al-Farisi dan para ahli nahwu yang lain berpendapat bahwa كان yang dikira-kirakan tersebut adalah taam (sempurna). Adapun Abu Hayyan berpendapat bahwa كان tersebut adalah naqish (yang butuh pada khobar).
- Mayoritas ahli nahwu berpendapat bahwa nashab pada kalimat أنت الرجل أدبا dan أنت زهير شعرا dan kalimat lain yang serupa dengannya adalah hal. Abu Hayyan berpendapat bahwa itu adalah tamyiz.
- Mayoritas ahli nahwu berpendapat bahwa kata نعم pada kalimat نعم هذه أطلاهم adalah untuk menjadikan mudzakar. Sedang Abu Hayyan berpendapat itu berfungsi untuk membenarkan apa yang jatuh setelah نعم dan didahulukan di depan kalimat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar